Bisnis kecantikan rambut adalah sebuah bisnis yang tidak terlalu menonjol seperti bisnis makanan.
Namun bisnis ini mampu untuk terus tumbuh.
Di sebuah salon di Jakarta Selatan, Yoshiko, wanita asal Jepang, melakukan perawatan rambut creambath dua bulan sekali.
"Ini, creambath, sangat istimewa khas Indonesia. Hal ini tidak ada di Jepang. Dan sangat nyaman," tutur Yoshiko dalam bahasa Inggris.
Besarnya potensi bisnis kecantikan rambut di Indonesia disadari oleh Patricia Medina Priyatna, direktur proyek pameran Beauty Professional Indonesia yang diadakan di Jakarta dari 30 Juli hingga 1 Agustus lalu.
Tapi dia menyayangkan betapa hal ini kurang disadari dan dimanfaatkan oleh profesional yang bergerak di bidang tersebut.
“Indonesia itu untuk rambut kan luar biasa. Untuk care-nya (perawatan), modelnya untuk tren Indonesia luar biasa. Kalau dibandingkan dengan Malaysia bahkan sama sekali tidak ada perawatan rambut,” kata Patricia.
Uniknya bisnis perawatan dan kecantikan rambut diakui Fifi Dahlan, seorang pengusaha yang sudah hampir 16 tahun bergerak dalam bisnis perawatan rambut.
Namun Fifi mengatakan diperlukan kesabaran untuk menggeluti bisnis ini.
“Bisnis saya karena rambut, tapi perawatan yang tradisional, tidak terlalu ramai. Jadi tenang, jadi bisnis yang bukan naik-turun, tapi stabil.
Naik, naik, ada terus. Orang selalu butuh, tapi persaingan biasa saja, kemajuan teknologi tidak terlalu kita lihat, melainkan lebih kepada inovasi bahan-bahan tradisional, dicampur ini, itu. Jadi bisnis yang stabil, tapi tidak menggebu-gebu,” ungkap Vivi.
Segmen yang beragam
Di lain pihak, Thomas Mo seorang pemilik salon di Solo, Jawa Tengah mengaku salonnya sudah dapat menafkahinya selama lebih dari dua puluh tahun.
Thomas menjelaskan bisnis rambut memiliki segmen pasar yang berbeda-beda, dan ini yang harus disadari jika ingin sukses menjalankan bisnis tersebut.
“Ada yang anak muda, biasanya sukanya cat, pelurusan. Kalau yang untuk segmen lebih dewasa biasanya suka keriting, cat uban atau fashion (mode). Pangsa pasar selain itu juga bisa dilihat dari menengah ke atas, menengah ke bawah, lebih luas lah,” kata Thomas.
Jika membidik pasar kelas menengah ke atas, maka pengusaha salon rambut menurut Thomas dapat meraih untung ratusan juta Rupiah per bulan.
Sedangkan jika fokus menjalankan usaha salon rambut untuk kelas menengah ke bawah, Thomas memperkirakan semestinya seorang pengusaha dapat meraih sekitar sepuluh juta Rupiah per bulan.
Di sisi lain, Thomas mengingatkan bahwa menjalankan bisnis kecantikan rambut juga ada saatnya di mana pengunjung salon kurang banyak.
Gaya hidup
Hal ini biasanya terjadi ketika musim liburan sekolah karena para orangtua akan cenderung menghemat uang untuk memenuhi aneka kebutuhan anak mereka menjelang tahun ajaran sekolah baru.
Bagaimana pun, baik Thomas Mo maupun Fifi Dahlan sepakat bahwa bisnis rambut terus tumbuh terutama karena gaya rambut terus berubah mengikuti mode.
Dan bukan hanya wanita yang gemar mengikuti
tren rambut, tapi juga pria. Wilson adalah salah satunya.
“Saya cari untuk rambut seperti warna-warna the best (yang terbaik) yang udah pernah saya pakai udah banyak sekali,” kata Wilson.
Dia mengaku mengganti warna rambut adalah bagian dari gaya hidupnya, dan merupakan suatu kebutuhan baginya.
Anda bisa mendengarkan liputan selengkapnya dalam program Dunia Bisnis, yang disiarkan melalui radio-radio mitra BBC Indonesia, Senin, 10 Agustus 2015 pukul 05.00 dan 06.00 WIB.
No comments:
Post a Comment